Sebagai
manusia, sangat wajar jika kita memiliki tujuan, goals atau impian yang kita
capai. Impian itu bisa hal hal kecil atau hal yang sangat hebat dan impian
setiap orangpun berbeda-beda. Ada yang ingin kuliah ke universitas bergengsi di
luar negeri namun tidak jarang juga orang ingin kuliah tanpa memandang di universitas
mana. Karena baginya bisa kuliah saja adalah hal hebat dalam hidupnya dan itu
membuat dia bahagia. Tetapi kalau dia membandingkan dirinya dengan orang atau temannya
yang kuliah di luar negeri dan dipuji oleh banyak orang, dia akan merasa tidak
berharga dan apa yang dia capai tidak ada apa-apanya. Tanpa dia sadari dia
merenggut kebahagiaannya sendiri dan membenci hidupnya
Ilustrasi
di atas mungkin pernah atau sering kita alami. Wujudnya tidak harus sama dengan
cerita di atas, bisa juga dalam bentuk yang lain. Bisa saja dalam bentuk
peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai dengan keinginan atau ekpektasi kita. Tanpa
disadari, kadang kitalah yang merenggut kebahagiaan kita sendiri, menganggap
banyak hal di hidup kita yang salah, yang seharusnya begini atau begitu. Mungkin
juga pernah merasa iri pada orang lain yang kita anggap hidupnya jauh “lebih
baik” daripada kita. Atau bahkan bertanya kepada Tuhan mengapa ini terjadi,
kenapa bukan seperti yang aku mau. Itu membuat kita stress dan tidak bahagia
Satu
hal yang menyebabkan kita merasakan hal-hal tersebut adalah tidak “menerima”. Menerima
adalah salah satu sikap yang sangat penting dalam hidup. Menerima artinya bisa
berdamai dengan status, situasi, keadaan dan perasaan yang sedang dialami. Tanpa
bisa menerima, akan sulit bagi kita untuk mengembangkan diri. Kita harus
menerima terlebih dahulu sebelum membenahi apa yang kurang atau salah
Kalau
kamu bukan orang yang pintar, sadari dan terima kalau kamu bukan orang yang pintar.
Sadari semua kekurangan dan kelebihan yang ada padamu, lalu terimalah semuanya
itu. Terima kalau kamu kurang bisa mengontrol emosi, pemalas atau apapun itu.
Tidak hanya kekurangan, kamu juga harus menerima kelebihanmu. Setelah bisa menerima,
kita baru bisa mulai memperbaiki. Menerima bukan berarti kita bisa bilang “gw
emank gni”. Tetapi, untuk bisa memperbaiki atau mengubah, kita harus sadar dan
menerima apa yang rusak atau apa yang kurang dan lebih. Kemudian baru bisa
memperbaiki dan mengubah. Tetapi ingat, bukan untuk menjadi sempurna atau
menjadi seperti orang lain. Kita melakukannnya agar menjadi lebih baik dari
sebelumnnya. Dan melakukannya untuk diri sendiri dan bukan orang lain
Beberapa
hari yang lalu aku menonton sebuah film rohani berjudul “The Shack”. Secara
singkat, film ini bercerita tentang perjalanan spiritual seorang ayah yang
kehilangan putri bungsunya. Ayah tersebut memiliki tiga anak. Anak pertama
seorang perempuan, anak kedua laki-laki dan anak ketiga juga perempuan. Pada
satu hari ada anak bungsunya dicuri dan dibunuh. Hal tersebut membuat mereka
terpuruk dan tidak pernah bahagia. Bahkan ayah tersebut menyalahkan Tuhan dan
membuat hubungannya dengan anak-anaknya menjadi buruk. Itu bisa terjadi karena
dia tidak bisa menerima apa yang terjadi pada anak bungsunya. Setelah pada
akhirnya dia menerima kejadian tersebut, dia mulai bisa memperbaiki hubungan
dengan anak-anaknya dan bisa berbahagia.
Dari
film tersebut, kita bisa belajar bahwa “menerima” keadaan bisa membuat dampak
yang sebegitu besar dalam hidup kita. Namun, menerima bukanlah hal yang mudah
dilakukan begitu saja, apalagi kedaan tidak begitu berat dan tidak sesuai
dengan keinginan dan ekspektasi kita. Kita mungkin jatuh bangun dan membutuhkan
waktu untuk bisa sekedar “menerima”. Tetapi kita tidak akan pernah bisa, jika
tidak memulai
Kalau
menurut kalian gimana? Boleh ditanggapi di kolom komentar atau sampaikan ke Instagram
@miracbook
Sampai
jumpa di blog selanjutnyaa
Komentar
Posting Komentar